Thursday, October 23, 2008

Datangi KPU, PKB Gusdur Tidak Diakomodir

Borneo Tribun, Rabu 17 September 2008

By Budi Rahman

PONTIANAK-Riak-riak politik menjelang Pemilu 2009 makin terasa keras bergoyang. Menjelang pengumuman daftar Caleg, sejumlah fungsionaris DPW dan DPC PKB resah dengan masa depan mereka pada Pemilu nanti.

Puluhan pengurus PKB versi Gus Dur yang dipimpin langsung oleh Syarif Abdullah Alqadrie, ketua Dewan Tanfidz DPW PKB Kalbar terkonsentrasi di Kantor KPU Kalbar. Kedatangan mereka diniatkan untuk meminta kejelasan KPU atas nasib pencalegan mereka.

Konsentrasi massa PKB pro Ketua Dewan Syuro DPP PKB Abdurrahman Wahid ini terlihat ramai di halaman kantor KPU. Dengan tertib massa PKB Gus Dur memasuki ruang rapat KPU di lantai dua setelah Ketua KPU, AR Muzammil tiba di kantornya.

Bersama dua orang rekannya, M. Isa dan Umi Rifdyawati, Ketua KPU, AR Muzammil mencoba menarik simpati dan menenangkan pengurus partai yang sedang gundah. Kepada para tamunya, Muzammil mengaku bisa merasakan kondisi politis dan psikologis yang dirasakan pengurus PKB versi mantan presiden RI ini. Ia mengutip statemen Rosihan, Ketua PKB Kalsel yang mengalami nasib serupa dengan rekannya di Kalbar.

“Melihat kondisi bapak ibu hari ini, istilahnya kerja bertahun-tahun habis dalam sehari. Saya bisa merasakan kondisi psikologis yang dihadapi bapak-bapak,” kata Muzammil mengutip ungkapan Ketua PKB Kalsel.

Syarif Abdullah Alakadrie, Ketua DPW PKB Kalbar menceritakan persoalan yang kini dihadapi kepengurusannya. Vonis KPU Pusat terhadap PKB menurut Abdullah merupakan bentuk intervensi penyelenggara Pemilu terhadap persoalan intern partai. Mekanisme internal dan AD/ART PKB menurut Abdullah telah ditafsirkan secara serampangan oleh penyelenggaran Pemilu sehingga mereka dirugikan.

“Sudah jelas dalam AD/ART PKB bahwa pemimpin tertinggi adalah dewan syuro. Dengan turunnya keputusan Mahkmah Agung maka tidak ada PKB Gus Dur atau PKB Muhaimin semua kembali ke hasil Muktamar Semarang,” kata Syarif Abdullah.

Kepada ketua dan anggota KPU Syarif Abdullah mengingatkan agar tidak terjebak ke era Orde Baru yang kerap mengintervensi partai untuk kepentingan penguasa seperti pada kasus penggulingan Mega dari kursi ketua PDI di era Soeharto.
“PKB yang ada saat ini PKB hasil rampokan yang menguasai pencalegan. Caleg-caleg yang tidak jelas bahkan dulunya menghujat PKB sekarang duduk di nomor urut satu,” keluh Abdullah pada anggota KPU.

Suara keras juga muncul dari Ketua DPC PKB Kota Pontianak, Sy. Adnan Sahab menilai KPU Pusat yang cenderung mengkomodir PKB Muhaimin sebagai bentuk pelecehan hukum. Dia mengibaratkan keputusan tersebut sebagai menginjak-injak hukum. Shahab mengancam Golput, jika ke depan PKB versi Gus Dur tidak diperkenankan ikut pemilu.

“Andaikata PKB kami tidak bisa ikut pencalegkan kami menghimbau masyarakat PKB tidak memberikan suara untuk caleg PKB baru,” kata Sahab.
“Ikuti ajaran Gus Dur, Golput itu yang paling terhormat,” kata Adnan Sahab sambil meminta wartawan untuk mencatat statemennya.
Kepada Ketua KPU Syarif Abdullah minta untuk difasilitasi bertemu dengan KPU Pusat. Darwis Harafat, pengurus DPC PKB Kabupaten Pontianak berharap Muzammil bisa memberi mereka kesempatan untuk ikut Pemilu. Persoalan legalitas PKB yang sah menurutnya sebenarnya tidak perlu berkepanjangan jika persoalan itu dikembalikan ke aturan partai.
“Saat ini ada dualisme SK di PKB. Kami meminta KPU meneliti SK yang benar. Saya menilai Pak Muzammil memahami persoalan PKB bahkan bapak sudah punya tas PKB,” kata Darwis.
Muzammil yang diminta untuk memberi tanggapan terhadap persoalan yang dihadapi PKB mengaku tidak bisa berbuat banyak dalam perkara konflik di internal PKB ini. Muzammil membacakan surat dari KPU Pusat yang diteken Abdul Hafidz Anshary.

Dalam surat tersebut secara tersirat KPU sudah mengambil sikap lebih mengakomodir caleg-caleg yang diusulkan oleh PKB versi Muhaimin Iskandar yang berkantor di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta bukan PKB versi Gus Dur yang berkantor di Kalibata. Sebagai lembaga yang bersifat hirarkis, KPU menurut Muzammil tidak bisa melawan keputusan lembaga yang lebih tinggi. “Kami tidak bisa melakukan diskresi Undang-undang,” kata Muzammil.

No comments: