Monday, September 25, 2006

Peluang Usman Ja'far

Suara Karya

PONTIANAK (Suara Karya): Meski pelaksanaan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur di Kalbar baru akan digelar akhir tahun 2007, namun sejumlah nama sudah menyatakan diri untuk siap maju dalam pilgub Kalbar periode 2008-2013 tersebut. Diantaranya yang menyatakan siap maju adalah H Usman Ja`far, yang kini masih menjabat sebagai Gubernur Kalbar periode 2003-2008.

Sebagai calon incumbent atau yang masih memegang jabatan, peluang Usman Ja`far yang tetap berpasangan dengan Wakil Gubernur saat ini, Laurentius Herman Kadir, cukup besar.

Selain dia, calon lainnya yang siap maju sebagai Gubernur Kalbar periode mendatang yakni anggota Komisi III DPR RI M Akil Mochtar, Walikota Pontianak Buchary Abdurrahman, Ketua DPD Partai Demokrat Kalbar Henri Usman, Ketua DPRD Kalbar Ir Zulfadhli, Pendeta Barnabas Simin dan Ketua DPD PDI-Perjuangan Kalbar, Drs Cornelis.

Sedangkan untuk posisi wakil gubernur diantaranya disebut-sebut nama Sekretaris Jenderal Partai Bintang Reformasi (PBR) Rusman H Ali, aktivis pemberdayaan masyarakat AR Mecer, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kalbar, Sri Kadarwati Aswin.

Terkiat dengan rencana pemilihan kepala daerah di Kalbar itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Drs Syakirman, mengingatkan kalangan birokrat agar tetap bersikap netral dalam menghadapi pemilihan gubernur yang dijadwalkan berlangsung akhir November 2007.

"Birokrat jangan berpihak dan harus netral sesuai aturan yang berlaku serta tugasnya melayani masyarakat," kata Syakirman kepada wartawan di Pontianak, pekan lalu.

Aturan mengenai netralitas pegawai negeri sipil (PNS) diantaranya tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor SE/08/MPAN/3/ 2005, tentang Netralitas PNS dalam Pemilihan Kepala Daerah.

Berdasarkan edaran tersebut, PNS dilarang memasuki politik praktis menjelang masa kampanye berlangsung, misalnya dengan menggunakan fasilitas daerah yang terkait dengan jabatan. Selain itu, birokrat juga tidak boleh membuat keputusan yang menguntungkan salah satu calon.

Senada dengan itu, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Kalbar, Nazirin SH mengatakan aturan bahwa PNS dan pejabat publik, mulai dari kepala desa, camat, kepala dinas, asisten hingga sekretaris daerah, untuk tetap netral cukup banyak tertuang dalam produk hukum Indonesia.

Namun, lanjutnya, peran dari panitia pengawas (Panwas) pemilihan gubernur memegang peran penting karena mereka yang akan mengusutnya. "Panwas harus proaktif. Tidak hanya menunggu laporan," katanya. Dia juga menilai, Panwas perlu dibentuk jauh hari sebelum tahapan pemilihan dimulai agar kinerja mereka optimal dalam menegakkan aturan.

Meski aturannya cukup banyak dan jelas, Nazirin mengakui, belum ada satupun PNS yang terlibat langsung sebagai pendukung salah satu calon yang dilimpahkan ke penyidik selama proses pemilihan kepala daerah di beberapa kabupaten/kota di Kalbar.

Mantan Wakil Ketua Panwas pemilihan umum Kalbar, AR Muzammil menilai bahwa produk hukum yang dihasilkan terkait netralitas PNS selama pemilihan kepala daerah masih memiliki banyak kelemahan. "Tidak ada sanksi yang tegas bagi PNS yang melanggar, hanya sekedar larangan," ujar Muzammil.

Menurut dia, aturan itu hanya mengatur larangan keterlibatan PNS pada saat kampanye berlangsung, juga larangan bagi PNS untuk mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan salah calon kepala daerah.

Bentuk Koalisi
Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sepakat membentuk koalisi permanen untuk menghadapi pemilihan kepala daerah Kalimantan Barat tersebut.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PBR Kalimantan Barat, Luthfi A Hadi kepada wartawan di Pontianak, baru-baru ini mengatakan, selain kesamaan wacana, koalisi terbentuk untuk memenuhi syarat minimal dalam pengajuan calon kepala daerah, yakni 15 persen dari jumlah suara yang diperoleh dalam pemilu legislatif.

Meski permanen, namun ketiga partai sepakat untuk tidak menutup "pintu" bagi partai lain yang ingin bergabung dalam koalisi tersebut. "Bisa saja melebarkan koalisi dengan partai-partai yang memiliki kesamaan, baik wacana maupun calon yang akan diusung," ujarnya.

Ketiga partai, katanya, akan melakukan seleksi dan membahas calon yang dianggap paling tepat untuk diusung menjadi kepala daerah Kalbar periode 2008-2013. Namun hingga kini, ujarnya, koalisi belum menemukan figur yang paling tepat dalam pilkada Kalbar.

"Banyak nama-nama yang masuk seperti anggota DPR RI Akil Mochtar dan Gubernur Kalbar saat ini, H Usman Ja`far. Tapi, koalisi tidak menutup peluang bagi calon lain yang ingin melamar koalisi," kata Luthfi.

Selain menentukan pasangan calon gubernur/wakil gubernur, koalisi juga akan mensosialisasikannya serta menyampaikan visi dan misi ke masyarakat. "Kami juga sepakat akan memenangi calon yang diusung pilkada serta kalau terpilih, mengawal kebijakannya selama menjabat supaya jangan sampai mengecewakan masyarakat. Kalau perlu, dibuat kontrak politik," katanya.

Mengenai usulan Sekretaris Jenderal PBR, H Rusman Ali agar dicalonkan menjadi wakil gubernur, Luthfi mengatakan, hal itu sulit direalisasikan mengingat adanya keberatan dari sejumlah pengurus pusat PBR. Rusman disarankan untuk berkonsentrasi dalam mengembangkan PBR mengingat jabatan itu belum lama ia emban. "Jadi, bukan karena kita mengabaikan kader sendiri," ujarnya.

Kurang Mendidik
Sementara di Samarinda, Kaltim, Gerakan Pemuda (GP) Anshor Kaltim menilai bahwa polling pemilihan gubernur (Pilgub) Kaltim 2008 yang dimuat pada salah satu harian di Kalimantan Timur kurang mendidik, serta kurang memberi pembelajaran politik bagi masyarakat, karena tidak menggunakan metode ilmiah sehingga validitasnya sangat diragukan.

"Kegiatan itu tidak representatif mewakili kehendak warga akan tetapi lebih tergantung kemampuan dana calon gubernur 2008 untuk membeli kupon yang dijual di koran tersebut," kata Abu Bakar Rahmat S Sos, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi GP Ansor Kaltim, dalam siaran persnya di Samarinda, belum lama ini.

"Polling itu tidak representatif mewakili warga Kaltim. Metode yang digunakan juga kurang akurat, sebab bisa saja orang yang punya dana besar akan memberikan suara dengan cara memborong kupon selanjutnya memasukkan nama tertentu sehingga kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan," ungkap Abu Bakar.

Dia menilai, sulit membuktikan keakuratan data dari polling yang hanya mempublikasikan melalui media massa tanpa membuka identitas responden dan hanya mengandalkan data-data melalui kupon. Untuk mendapatkan satu kupon, maka harus membeli satu koran, sehingga bagi calon yang ingin namanya naik dalam polling tersebut tinggal memborong sebanyak-banyaknya koran bersangkutan.

Dia berpendapat, sebaiknya polling itu dilakukan secara profesional oleh lembaga independen serta punya kredibilitas kuat di masyarakat. Dengan demikian, suara yang masuk bisa diterima semua kalangan, tanpa adanya maksud-masud tertentu.

"Kami tidak mencurigai adanya sesuatu dibalik polling itu, tapi menurut hemat kami kalau memang polling itu dilakukan untuk mencari figur yang tepat sesuai pilihan rakyat Kaltim, maka metode yang dilakukan harus terbuka," katanya.

Meski demikian, Abu bakar menghargai adanya upaya masyarakat yang melakukan berbagai langkah untuk mencari figur pemimpin Kaltim yang dipilih oleh masyarakat, termasuk dengan melakukan polling.

Tetapi menurutnya, setiap upaya itu harus didasari atas kepentingan masyarakat Kaltim, dan bukan untuk kepentingan sekelompok orang saja untuk mendiskreditkan calon lain. "Kalau semua dilakukan secara fair, kita dukung sepenuhnya. Yang penting sejalan dengan keinginan masyarakat.

Tapi, kalau itu dilakukan hanya untuk mendiskreditkan salah satu calon, maka itu yang tidak kita terima. Bukan zamannya lagi mencari pemimpin rekayasa, tetapi saat ini masyarakat sudah bebas menentukan pilihannya," katanya. (Ant/Djunaedi)

Sunday, September 24, 2006

Pusat Penelitian Kebudayaan Melayu Untan Terbitkan Enam Kamus

Selasa, 26/09/2006

Pontianak, Kompas
Pusat Penelitian Kebudayaan Melayu (PPKM) Universitas Tanjungpura (Untan) menerbitkan enam kamus bahasa daerah di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Yakni lima bahasa daerah sub etnis Dayak dan satu sub etnis Melayu.

Enam kamus tersebut tersebut adalah Bahasa Kayan-Bahasa Indonesia, Bahasa Iban-Bahasa Indonesia, Bahasa Punan-Bahasa Indonesia, Bahasa Kantuk-Bahasa Indonesia, Bahasa Taman-Bahasa Indonesia, dan Bahasa Melayu Kapuas Hulu-Bahasa Indonesia.

“Kami menghabiskan waktu tiga tahun untuk menyusun kamus dari enam bahasa utama di Kabupaten Kapuas Hulu. Memang hasilnya masih dapat disempurnakan, tetapi setidaknya ini merupakan awal baik,” kata peneliti PPKM, Dr Chairil Effendi, Minggu (24/9) di Pontianak.
Peneliti PPKM lain yang terlibat dalam pembuatan buku ini adalah, AR Muzammil, Firman Susilo, Dedy Ari Aspar, Agus Syahrani, Hangga Dwitika, dan Ediyanto.“Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu mendanai penerbitan kamus sebesar Rp 60 juta. Tidak banyak membantu sebenarnya, walaupun menunjukkan sudah ada perhatian. Warga Kapuas Hulu pun sangat membantu dalam pembuatan kamus ini,” ujar Dr Chairil Effendi.

Peluncuran buku ini dilaksanakan Sabtu (23/9) di Auditorium Untan, bersamaan dengan peluncuran dua buku Dr Chairil Effendi bertajuk Sastra Sebagai Wadah Integrasi Budaya dan Becerite dan Bedande: Tradisi Kesastraan Melayu Sambas.Bupati Kapuas Hulu, Abang Tambul Husen, menghadiri peluncuran buku ini, menempuh perjalanan darat sekitar 20 jam. Sebab tidak ada jadwal penerbangan dari Putussibau hingga Pontianak (sejauh 700 kilometer).

Dalam buku Kabupaten Konservasi, yang diterbitkan Gramedia tahun 2005, Abang Tambul menulis penduduk Kapuas Hulu tahun 2003 berjumlah 193.616 orang, dengan kepadatan 6 jiwa per kilometer persegi. Penduduk di Kabupaten ini, mayoritas etnis Dayak diikuti etnis Melayu.
Sementara luas Kabupaten Kapuas Hulu, sekitar 30.000 kilometer persegi, atau sebanding dengan 20 persen lebih luas Pulau Jawa. Walau demikian, sekitar 55 persen dari wilayah Kabupaten Kapuas Hulu merupakan kawasan konservasi.

“Saya bilang kepada bupati, investasi bukan saja dalam bentuk ekonomi, tetapi juga bahasa. Orang luar pun harus mempelajari bahasa bila ingin datang ke sini. Turis mancanegara, misalnya, akan sangat senang bila ada kamus,” ujar Dr Chairil.

Menurut Dr Chairil, hal utama lain adalah dengan kamus, orang dari suku lain akan tahu bahwa ada beberapa kesamaan dalam berbahasa. Sehingga, kesadaran sebagai bagian dari rumpun besar ada, dan menyadarkan masing-masing orang bahwa sebenarnya saling bersaudara, sehingga melenyapkan benih-benih permusuhan.(Haryo Damardono, wartawan KOMPAS)